Minggu, 20 Oktober 2019

Strukturalisme Robert Stanton Analisis Cerpen “Pasung” Karya Nafisah Misgiarti



MAKALAH
Strukturalisme Robert Stanton Analisis Cerpen “Pasung” Karya Nafisah Misgiarti





DisusunOleh :
Kelompok5

1.      Idham Azizi                           (180210402092)
2.      Agustin Madyaning Ratri    (180210402105)
3.      Alfida Ilma Maula                 (180210402106)
4.      Hanun Karimah Zaim          (180210402107)





PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019




Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam Mata kuliah Apresiasi Prosa.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini. Di dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada:
  1. Orang tua kami, atas kasih sayang yang tiada henti, yang senantiasa mendukung kami di dalam menempuh pendidikan.
  2. Bapak Siswanto, S.Pd., M.A.selaku dosen mata kuliah Apresiasi Prosa dengan segala keikhlasannya yang telah memberikan bimbingan, arahan serta nasehat kepada kami.
  3. Penulis cerita pendek “PASUNG” karya Nafisa Misgiarti yang telah bersedia untuk karyanya kami analisis.
  4. Teman-teman seperjuangan yang telah bekerja sama dengan sangat profesional dalam TIM, Semoga Allah Yang Maha Esa memberikan limpahan rahmat dan hidayah buat kita semua.
Jika pembaca menemukan kesalahan dari makalah ini, maka kami harap para pembaca dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran untuk makalah kami ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kita semua.


Jember, 19 Oktober 2019


Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre yang lain. Untuk mempertegas keberadaan genre prosa, ia sering dipertentangkan dengan genre yang lainya.  Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Struktur yang kompleks ini terdiri dari berbagai unsur. Bagian-bagian (unsur-unsur) karya sastra itu mempunyai makna dalam hubungannya dengan yanglain dan keseluruhannya.
            Karya sastra memiliki beberapa jenis (genre). Diantara jenis karya sastra tersebut yaitu cerita pendek (cerpen). Cerita pendek yang dikarang oleh mahasiswa FKIP jurusan Bahasa dan Seni bernama Nafisa Misgiarti merupakan cerita pendek dengan membangun cerita dari cerita lokal atau daerah, yang disebutkan dengan nama-nama tokoh yang sangat kental dari bahasa Jawa. Karya sastra cerpen tersebut kita analisis menggunakan struktural dari teori Robert Stanton yang meliputi alur, tema, saran cerita, gaya bahasa, simbolik, dan lain sebaginya sebagai analisis kami.
            Struktur bukanlah suatu yang statis, tetapi merupakan suatu yang dinamis karena didalamnya memiliki sifat transformasi. Dengan demikian, teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.  Menurut Stanton (2007:20) membagi unsur-unsur instrinsik yang dipakai dalam menganalisis struktural karya sastra diantaranya, alur, karakter, latar, tema, saranasarana sastra, judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi.
Beberapa alasan kami memilih cerpen ini sebagai berikut:
1.      Cerpen ini menarik perhatian kami karena kami dapat memaknai dengan bebagai versi pemahaman kami sendiri
2.      Kami tertarik dengan nama-nama tokoh yang ada dalam cerpen yang tergambar bahwa nama-nama tersebut dari daerah Jawa
3.      Cerpen  ini juga menyentuh hati atas sikap yang ditunjukkan tokoh Karsiman yaitu bagaimana cara mencintai seorang Ibu yang memiliki gangguan mental.
2.1  Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tema
2.      Apa yang dimaksud dengan Fakta Cerita
3.      Apa yang dimaksud dengan sarana cerita
3.1  Tujuan
1.      Mahasiswa  mengetahui penjelasan tema
2.      Mahasiswa  mengetahui penjelasan fakta cerita
3.      Mahasiswa  mengetahui penjelasan sarana cerita
4.1  Manfaat
1.      Mahasiswa dapat mengetahui penjelasan tema
2.      Mahasiswa dapat mengetahui penjelasan fakta cerita
3.      Mahasiswa dapat mengetahui penjelasan sarana cerita

























BAB II METODOLOGI PENELITIAN

2.1  Landasan Teori
           Penelitian unsur-unsur intrinsik cerpen “Pasung” ini akan menggunakan teori analisis struktural. Robert Stanton membagi unsur intrinsik karya sastra menjadi tiga bagian, yaitu fakta cerita , tema dan sarana cerita. Menurut Stanton, fakta cerita adalah elemen-elemen yang berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Fakta cerita terdiri atas karakter , alur, dan latar. Stanton (2007: 33) mengemukakan bahwa karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; "Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?". Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu.Dalam karakter (tokoh penokohan), istilah tokoh dapat digunakan untuk menujuk pelaku dalam sebuah cerita. Tokoh adalah pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya lewat alur, baik sebagai pelaku maupun penderita atas rangkaian berbagai peristiwa yang diceritakan. Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
           Stanton (2007: 36) mengemukakan bahwa tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan "makna" dalam pengalaman manusia; suatu yang menjadikan suatu pengalaman yang iangkat.Tema merupakan gagasan yang mendasari dalam penulisan cerita. Tema juga dapat diartikan sebagai unsur yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Unsur tersebut diungkapkan secara implisit melalui peristiwa dan detail cerita yang dialami tokoh. Tema dalam cerita pendek ini mengisahkan bahwa seorang ibu yang terganggu jiwanya karena ditinggal oleh suaminya. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang menonjol dalam cerpen, yaitu seorang ibu  dengan kesalahan  yang dilakukan dimasa lalunya,  sehingga menjadi beban bagi keluarga terutama bagi sang suami yang tidak kuat lagi menerima sifat sang istri yang suka menghina martabatnya, menginjak-injak harga dirinya, dan sifat  kikir serta sombong yang dilakukan kepada para tengga.  Hal ini dibuktikan dalam ungkapan yang diberikan tokoh lain melalui percakapan dalam cerpen, “Kau tau rasa pasir, kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.
           Stanton (2007: 46) mengemukakan bahwa sarana cerita dapat diartikan sebagai metode pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi.Sarana cerita adalah metode (pengarang) dalam memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Sarana cerita terdiri atas judul (title), sudut pandang (point of view), gaya (style and tone), simbolisme (symbolism), dan ironi (irony).
           Stanton (2007: 53) mengemukakan bahwa sudut pandang adalah posisi tokoh dalam cerita.. Sudut pandang adalah posisi yang menjadi dasar berpijak pembaca dalam melihat peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Simbolisme adalah salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi. Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata, padahal sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan.Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya.
           Sudut pandang dibagi menjadi dua jenis yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang kedua. Pada cerpen “Pasung” sudut pandang yang digunakan adalah Sudut Pandang Orang Ketiga sebatahu. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut :
“Bawakan ini untuk ibumu, Man.” Ujar lelaki berambut lurus yang sedikit beruban.
“Tapi untuk apa?” tanya karsiman
“Kau nanti akan mengerti sendiri, berikan saja.” Jawabnya. Pertemuan Karsiman    dengan laki-laki yang tanpa sengaja ia temui di kebun waktu itu, menimbulkan      pertanyaan besar untuknya. Sebenarnya apa tujuan lelaki itu memberikan barang-          barang ini untuk Bu Situn. Sepanjang perjalanan, ia tak membuka benda yang             diberikan lelaki itu, ia hanya bepikir. Benda itu hancur, halus, dan sedikit bertekstur,          entah apa.
            Stanton (2007: 71) mengemukakan bahwa secara umum ironi dimaksudkan            sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah      diduga sebelumnya.Ironi adalah salah satu cara yang menunjukan bahwa sesuatu        dalam cerita berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dari cerpen ini terdapat di kalimat ini yaitu Orang-orang memandang Bu Situn sebagai orang gila,       tapi ia terlihat lebih bahagia dari pada ketika masih waras. Badannya terlihat lebih         berisi, wajahnya berseri-seri. Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan          bahasa. Gaya juga dapat mempunyai kaitan dengan maksud dan tujuan sebuah cerita.
2.2 Metode penelitian
           Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian cerpen ini adalah metode analisis struktural. Analisis struktural sastra disebut juga pendekatan objektif dan menganalisis unsur intrinsiknya, Menurut Stanton (2007:20) membagi unsur-unsur instrinsik yang dipakai dalam menganalisis struktural karya sastra diantaranya, alur, karakter, latar, tema, sarana - sarana cerita, judul, sudut pandang, gaya, simbolisme dan ironi. Di Indonesia juga sudah banyak analisis struktural yang dihasilkan baik sebagai sebuah skripsi sarjana, atau dalam proyek (Pusat Bahasa, Fakultas Sastra dll), ataupun dalam ruangan Sorotan yang dimulai oleh Jassin, kemudian terdapat dalam banyak surat kabar dan majalah lain. Tetapi sering analisis semacam itu kurang mendalam dan terpadu. Yang baik, misalnya, beberapa tulisan Umar Junus sejak tahun 1970, dan sejumlah studi Subagio Sastrowardoyo. Di bidang sastra Melayu klasik dapat disebut desertasi Achadiati Ikram mengenai Hikayat Sri Rama (1980) dan desertasi Sulastin Sutrisno mengenai Hikayat Hang Tuah (1978).















BAB III PEMBAHASAN


3.1  Tema
           Stanson (1965:20) mengemukakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.  Menurut (Hartoko dan Rahmanto 1986: 142) mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung didalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan – perbedaan. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif – motif dan dan biasanya dilakukan secara implisit.
           Tema dalam cerita pendek ini mengisahkan bahwa seorang ibu yang terganggu jiwanya karena ditinggal oleh suaminya. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang menonjol dalam cerpen, yaitu seorang ibu  dengan kesalahan  yang dilakukan dimasa lalunya,  sehingga menjadi beban bagi keluarga terutama bagi sang suami yang tidak kuat lagi menerima sifat sang istri yang suka menghina martabatnya, menginjak-injak harga dirinya, dan sifat  kikir serta sombong yang dilakukan kepada para tengga.  Hal ini dibuktikan dalam ungkapan yang diberikan tokoh lain melalui percakapan dalam cerpen, “Kau tau rasa pasir, kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.”
3.1.1  Fakta cerita
               Stanton (1965:11-36) membedakan unsur pembangunan sebuah cerita kedalam tiga bagian yakni: fakta, tema dan sarana cerita. Fakta dalam sebuah cerita meliputi karakter dalam tokoh cerita, plot, dan latar. Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah karya prosa. Oleh karena itu ketiganya dapat pula disebut sebagai struktur faktual dan tingkatan faktual sebuah cerita. Ketiga unsur itu harus dioandang sebagai satu kesatuan, berdiri sendiri, dan terpisah satu sama lain.
Fakta cerita terdiri atas alur, latar, tokoh dan penokohan berikut penjelasanya:


1.     Alur
. Alur adalah rangkaian peristiwa yang dirancang atau dihubungkan sedemikian rupa sehingga menggerakkan jalan cerita dari awal hingga akhir cerita. Alur dalam cerpen yang akan dianalisis sesuai dalam kesusasteraan Indonesia yang mempunyai 3 jenis, yaitu alur maju atau progresif, alur mundur atau regresi dan alur campuran atau alur maju-mundur
Dalam cerpen yang berjudul “Pasung” ini pengarang menggunakan alur campuran. Dapat dilihat pada paragraf pertama, kalimat pertama (tiga bulan berlalu, orang-orang memandang Bu Situn sebagai orang gila, tapi ia terlihat lebih bahagia daripada ketika masih waras). Dari kalimat tersebut menjelaska peistiwa yang terjadi saat ini. Kemudian pada paragraf  ke-4 kalimat pertama (Pernah suatu ketika Bu Situn melamun) menunjukkan bahwa alur mundur. Lalu pada paragraf 9 ( siang itu Karsiman mengecek pisang-pisang) dari kalimat tersebut menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi saat ini.
2.     Latar
         Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa-peristiwa di dalam suatu karya sastra. Latar dalam cerpen ini akan dianalisis menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Indrawati “2009:64” yang membagi latar menjadi 3 yaitu latar tempat, latar waktu dan latar suasana. Latar waktu pada cerpen ini yaitu siang hari. Dibuktikan pada paragraf 9 (Siang itu Karsiman mengecek pisang-pisang).
         Latar tempat pada cerpen ini yaitu ruang paling belakang rumah Bu Situn, teras rumah Bu Situn, di kebun, dan di sawah. Latar di ruang paling belakang rumah Bu Situn yang dibuktikan pada paragraf 1 kalimat kedua ( sepanjang hari ia hanya menghabiskan waktunya di ruang paling belakang rumahnya yang memang dibuat khusus untuknya). Latar di teras rumah Bu Situn terdapat pada paragraf 4 kalimat pertama (pernah suatu ketika Bu Situn melamun cukup lama di teras rumahnya sebelum menempati kamar khususnya). Latar di kebun ditunjukkan pada paragraf  9 pada kalimat pertama (Siang itu Karsiman mengecek pisang-pisang di kebunnya). Latar di sawah dibuktikan pada paragraf 13 kalimat 2 (Setelah karsiman melempar padi dari lelaki misterius itu, sawah Bu Situn ditumbuhi berbagai macam buah dan sayur yang melimpah ruah). Latar waktu dalam cerpen ini yaitu siang hari yang dibuktia pada paragraf 9 kalimat pertama (Siang itu karsiman mengecepisan-pisang di kebunnya). Latar suasana cerpen ini yaitu menegangkan, menyedihkan, dan gaduh. Suasana menegangkan dibuktikan pada paragraf 4 kalimat ketiga (Bu Situn tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, mengambil batu, lalu melemparkannya ke sembarang arah hingga memecahkan kaca jendela rumah tetangganya. Suasana gaduh dibuktikan pada paragraf 3 kalimat keempat ( Setiap kali ingatan tentang suaminya datang, Bu Situn selalu berteriak histeris, menghancurkan apa saja yang ada di depannya).
3.      Peristiwa
               Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg dkk, 1992:151-152) . peralihan dari aktivitas satu ke aktivitas yang lainya. Berdasarkan pengertian itu kita dapat membedakan kalimat-kalimat yang menampilkan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan kejelasanya. Misalnya, antara kalimat-kalimat yang mendreskripsikan tindakan-tindakan tokoh yang mendeskripsikan ciri-ciri fisik tokoh. Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam sebuah cerita fiksi pastilah banyak sekali, namun tidak semua peristiwa tersebut berfungsi sebagai pendukung plot. Itulah sebabnya, untuk menentukan peristiwa-peristiwa fungsional dengan yang bukan diperlukan penyeleksian atau teoatnya analisis peristiwa. Mengungkapkan bahwa peristiwa dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.     Fungsional
               Peristiwa fungsional adalah peristiwa – peristiwa yang menentukan dan atau memengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah cerita fiksi yang bersangkutan.  Dengan demikian, kehadiaran peristiwa-peristiwa itu dalam kaitanya dengan logika cerita merupakan suatu keharusan. Jika sejumlah cerita fungsional ditinggalkan atau dihilangkan, hal itu akan menyebabkan cerita menjadi lain atau bahkan menjadi kurang logis. 
               Dalam cerpen ini disebutkan dengan cerita kemunculan laki-laki paruh baya disawah karsiman. Dengan tidak ada peristiwa itu tidak bisa menyambungkan dengan peristiwa yang akan datang, dan mengungkap kesalahan ibunya dimasa lampau.
b.    Kaitan
               Peristiwa - peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita atau secara plot. Peristiwa kaitan kurang memengaruhi perkembangan plot cerita, sehingga seandainya ditinggalkan atau di hilangkanpun tidak berpengaruh terhadap logika cerita, atau paling tidak kita mampu mengetahui cerita inti meskipun peristiwa kaitan di hilangkan.                      
               Dalam hal ini, meskipun cerita yang disajikan cukup padat dan singkat, tetapi masih menemui peristiwa kaitan yang dimana peristiwa itu diulangi kembali diparagraf selanjutnya, yakni dengan ungkapan, (Bu Situn selalu berteriak histeris, menghancurkan apa saja yang ada di depannya. Entah sudah berapa piring yang pecah, meja kursi terlempar ke mana-mana, bahkan kasur pun rusak dikoyak-koyak dengan pisau.)
c.      Acuan
               Peristiwa  yang tidak secara langsung berpengaruh atau berhubungan dengan pengembangan plot, maleinkan mengacu pada unsur-unsur lain, misalnya behubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin seorang tokoh.
               Dalam cerita pendek ini terlihat dari awal bahwa sang ibu Situn memiliki gangguan mental dari semenjak kepergian suaminya. Hal ini banyak digambarkan dari keseluruhan alur yang disajikan.
4.     Tokoh penokohan
               Stanton (2007: 33) mengemukakan bahwa karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; "Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?". Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu. Penjelasan lain menunjukkan bahwa tokoh adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama. Sedang penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakan.
               Tokoh – tokoh dalam cerita pendek berjudul “Pasung” tidak  banyak hanya ada sang ibu dari karsiman yang bernama bu Situn dan anaknya yang bernama Karsiman, suami dari ibu Situn, dan beberapa tetangga ibu Situn salah satunya yakni pak Darno, serta laki-laki berambut panjang dengan sedikit uban. Penokohan dalam cerita pendek ini, yakni dengan gangguan mental  yang dialami ibu Situn yang diungkapkan dengan ungkapan dari tokoh lain melalui percakapan “Orang tidak waras kok dibiarkan ke mana-mana,” selain itu ada lagi seperti, “Orang gila kok gak dirumat. Bikin kacau semuanya!”. Tokoh karsiman digambarkan dengan watak penyabar dan penuh kasih sayang kepada ibunya, hal ini dibuktikan dengan adanya tindakan yang dilakukan tokoh lain.  (Pada saat-saat tertentu, Karsiman datang membuka pasung itu dan mengajak ibunya berbicara, meskipun sedikit kemungkinan untuk dapat saling mengerti pembicaraan satu sama lain). Tokoh Bapak atau suami Bu Situn digambarkan dengan watak pemaaf yang diungkapkan dengan ungkapannya secara langsung oleh tokoh Bapak melalui percakapan “Buka pasung ibumu, Man!”. Tokoh Pak Darno digambarkan dengan watak keras yang digambarkan langsung oleh pengarang yang dibuktikan pada kalimat “sang pemilik rumah geram dengan kejadian itu, Pak Darno lantas keluar dan marah-marah di hadapan banyak orang, terlebih di depan Karsiman dan Bu Situn. Tokoh laki-laki berambut panjang dengan sedikit uban memiliki watak serba tahu yang diungkapkan langsung oleh pengarang yang dibuktikan dengan kalimat “ Ia menyibak kesalahan-kesalahan Bu Situn di masa lalu.”
3.1.2                    Sarana cerita
            Stanton (2007: 46) mengemukakan bahwa sarana sastra dapat diartikan sebagai metode pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai polapola yang bermakna. Metode ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Pendpat para ahli juga mengarah kepada Sarana pengucapan sastra adalah teknik yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita (peristiwa atau kejadian) menjadi pola yang bermakna. Tujuan penggunaan sarana kesastraan adalah untuk memungkin kan pembaca melihat fakta sebagaimana yang dilihat pengarang, menafsirkan makna fakta sebagaimana yang ditafsirkan pengarang, dan merasakan pengalaman seperti yang dirasakan pengarang. Jadi sarana cerita dapat dikatan sebagai sesuatu yang dipakai sebagai alat penyusunan cerita yang  dibangun oleh pengarang.
1.      Gaya Bahasa
            Stanton (2007: 61) mengemukakan bahwa gaya atau tone dalam bahasa karya prosa adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa dengan penyampaian yang berbeda-beda setiap pengarang dengan memberikan kenikmatan pada pembaca. Pendapat lain juga mengemukakan  bahwa Gaya bahasa adalah alat atau sarana utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika. Stanton (2007: 61) mengemukakan bahwa gaya atau tone dalam sastra adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.Gaya bahasa juga dapat diartikan sebagai cara pengarang mengungkapkan ceritanya melalui bahasa yang digunakan dalam cerita untuk memunculkan nilai keindahan. Contohnya gaya bahasa personifikasi yang digunakan untuk mendeskripsikan benda-benda mati dengan cara memberikan sifat-sifat seperti manusia atau mengubah benda mati menjadi benda yang seolah-olah hidup.
            Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam menyampaikan cerita menggunakan bahasa sesuai dengan karakteristik gaya pengarang. Masing-masing pengarang memiliki gaya yang berbeda. Padacerpen “Pasung” pengarang menggunakan kalimat yang imajinatif, majas dan detail.
a.      Detail
           Menurut KBBI bagian yang kecil-kecil (yang sangat terperinci). Detail dengan kata lain adalah menguraikan atau menceritakan secara terperinci sesuatu yang akan dibicarakan atau menjelaskan bagian-bagian kecil yang mendukung penempatan subjek. Berikut kutipan yang menunjukkan gaya pengarang : Sepanjang hari ia hanya menghabiskan waktunya di ruang paling belakang rumahnya yang memang dibuat khusus untuknya. Kamar berukuran tiga meter persegi dengan jendela untuk ventilasi yang cukup, dan lampu lima watt. Tak ada cermin, tak ada perabot, juga tak ada kasur. Kamar itu menjadi dunia untuk Bu Situn sendiri. Berisi imajinasi,  dipenuhi bayang-bayang suaminya. Kamar tiga meter persegi itu serupa dengan seluruh dunia dalam benak Bu Situn. Pasar, teman-temannya,  suaminya,  Karsiman, sekolah-sekolahnya dahulu, orang-orang kampung, semua menjadi satu menempel pada dinding polos ruangan.
            Kutipan di atas menunjukkan gaya pengaran secara mendetail. Dalam cerpen pengarang lebih leluasa dan berkuasa dalam menyampaikan cerita dengan tujuan supaya pembaca dapat mampu memaknai cerita lebih dalam. Pada kutipan tersebut, pengarang ingin menjelaskan bagaimana keadaan kamar khusus yang disediakan untuk Bu Situn dengan menggambarkan tidak adanya cermin, perabotan, kasur dan isi imajinasi yang diciptakan oleh pikiran Bu Situn. Seperti yang kita ketahui, di setiap kamar pada umumnya berisi cermin, perabotan dan kasur, tetapi pada cerpen ini penjelasan kamar yang dinyatakan oleh pengarang kebalikan dari pada kamar pada umumnya karena pada cerpen ini kamar yang digunakan merupakan kamar khusus yang ada pada imajinasi pengarang. Hal ini menunjukkan pada pembaca jika pengarang memberi gambaran tempat khusus yang disediakan Bu Situn dengan pengimajinasian yang dibangun oleh pemikiran pengarang.
b.      Imajinasi
           Menurut KBBI adalah daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang secara umum. Jadi imajinasi merupakan pengembangan dari pemikiran pengarang yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar, dan rasakannya berdasarkan pengalaman pengarang ataupun dunia nyata. Pada cerpen “Pasung” yang kami analisis terdapat kutipan yang merupakan bentuk imajinatif pengarang.
Kamar itu menjadi dunia untuk Bu Situn sendiri. Berisi imajinasi, dipenuhi bayang-bayang suaminya. Kamar tiga meter persegi itu serupa dengan seluruh dunia dalam benak Bu Situn. Pasar, teman-temannya, suaminya, Karsiman, sekolah-sekolahnya dahulu, orang-orang kampung, semua menjadi satu menempel pada dinding polos ruangan.
            Kutipan di atas menunjukkan bagaimana kalimat yang imajinatif. Pengarang mengajak pembaca untuk berkhayal tentang kamar yang berisiimajinasi yang dibuat oleh tokoh cerita seolah-olah imajinasi yang diciptakan oleh tokoh tersebut merupakan barang pada umumnya yang biasanya menjadi isi sebuah kamar. Gambaran imajinasiyang dapat dihasilkan oleh indra berupa penglihatan, perabaan, penciuman, pemikiran atau gerakan. Kutipan di atas termasuk dalam kategori pemikiran, yang mana kamar pada kutipan tersebut dapat menjadi dunia yang luas yang diakibatkan oleh pemikiran tokoh cerita yang digambarkan pengarang.
c.       Majas 
           Pengertian  majas adalah gaya bahasa yang digunakan oleh seorang penulis dalam memaparkan gagasannya sesuai dengan tujuan dan efek tertentu yang ingin dicapai. Jadi majas adalah gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang untuk mengungkapkan pesan pengarang dengan menunjukkan keestetikan berupa kiasan. Berikut kutipan yang membuktikan adanya penggunaan majas dalam cerpen “Pasung”.
orang-orang memandang Bu Situn sebagai orang gila, tapi ia terlihat lebih bahagia dari pada ketika masih waras.
           Pada kutipan diatas, menjelaskan bahwa pengarang telah menggunakan majas paradoks. Pada kutipan membuktikan bahwa  sesuatu yang di ungkapkan membandingkan situasi asli atau fakta dengan situasi yang berkebalikan.
2.      Simbol
            Stanton (2007: 64) mengemukakan bahwa simbol adalah tanda-tanda yang digunakan untuk melukiskan atau mengungkapkan sesuatu dalam cerita.Jadi simbol yang digunakan dalam cerita untuk memperhalus makna sesungguhnya yang ingin disampaikan pengarang serta memberikan efek yang menarik bagi pendengar berupa lambang, tokoh, hewan, ataupun benda. Pada kutipan cerpen “Pasung” telah ditemukan simbol yang digunakan oleh pengarang yaitu pada kalimat “Kau tau rasa pasir, kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.” Pada kalimat tersebut menyatakan bahwa simbol yang digunakan yaitu kata “pasir”. Pasir pada umunya merupakan lapisan tanah atau timbunan kersik halus yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar bangunan. Sedangkan pada cerpen tersebut pasir digunakan sebagai bahan makanan atau lauk yang dimakan oleh tokoh cerita.






























BAB IV
KESIMPULAN
           
Setelah dilakukan penelitian terhadap cerpen “Pasung” karya Nafisah Misgiarti dengan menggunakan analisis struktural Robert Stanton, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Tema dalam cerita pendek “Pasung” mengisahkan bahwa seorang ibu yang terganggu jiwanya karena ditinggal oleh suaminya. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang menonjol dalam cerpen, yaitu seorang ibu  dengan kesalahan  yang dilakukan dimasa lalunya,  sehingga menjadi beban bagi keluarga terutama bagi sang suami yang tidak kuat lagi menerima sifat sang istri yang suka menghina martabatnya, menginjak-injak harga dirinya, dan sifat  kikir serta sombong yang dilakukan kepada para tengga.
Fakta cerita dalam cerpen ini meliputi alur, latar, peristiwa, tokoh dan penokohan. Dalam cerpen yang berjudul “Pasung” ini pengarang menggunakan alur campuran. Dapat dilihat pada paragraf pertama, kalimat pertama (tiga bulan berlalu, orang-orang memandang Bu Situn sebagai orang gila, tapi ia terlihat lebih bahagia daripada ketika masih waras). Dari kalimat tersebut menjelaska peistiwa yang terjadi saat ini. Kemudian pada paragraf  ke-4 kalimat pertama (Pernah suatu ketika Bu Situn melamun) menunjukkan bahwa alur mundur. Lalu pada paragraf 9 ( siang itu Karsiman mengecek pisang-pisang) dari kalimat tersebut menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi saat ini. Latar tempat pada cerpen ini yaitu ruang paling belakang rumah Bu Situn, teras rumah Bu Situn, di kebun, dan di sawah. Latar waktu dalam cerpen ini yaitu siang hari yang dibuktia pada paragraf 9 kalimat pertama (Siang itu karsiman mengecepisan-pisang di kebunnya). Latar suasana cerpen ini yaitu menegangkan, menyedihkan, dan gaduh. Dalam cerpen ini disebutkan dengan cerita kemunculan laki-laki paruh baya disawah karsiman.
Peristiwa dapat dibagi menjadi 3 yaitu, peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, dan peristiwa acuan. Peristiwa fungsional pada cerpen ini dengan kemunculan laki-laki paruh baya disawah karsiman. Dengan tidak ada peristiwa itu tidak bisa menyambungkan dengan peristiwa yang akan datang, dan mengungkap kesalahan ibunya dimasa lampau. Peristiwa kaitan dalam hal ini, meskipun cerita yang disajikan cukup padat dan singkat, tetapi masih menemui peristiwa kaitan yang dimana peristiwa itu diulangi kembali diparagraf selanjutnya, yakni dengan ungkapan, (Bu Situn selalu berteriak histeris, menghancurkan apa saja yang ada di depannya. Entah sudah berapa piring yang pecah, meja kursi terlempar ke mana-mana, bahkan kasur pun rusak dikoyak-koyak dengan pisau). Peristiwa Acuan dalam cerita pendek ini terlihat dari awal bahwa sang ibu Situn memiliki gangguan mental dari semenjak kepergian suaminya. Hal ini banyak digambarkan dari keseluruhan alur yang disajikan.
Tokoh – tokoh dalam cerita pendek berjudul “Pasung” ini yaitu ibu dari karsiman yang bernama bu Situn dan anaknya yang bernama Karsiman, suami dari ibu Situn, dan beberapa tetangga ibu Situn salah satunya yakni pak Darno, serta laki-laki berambut panjang dengan sedikit uban. Penokohan dalam cerita pendek ini, yakni dengan gangguan mental  yang dialami ibu Situn, tokoh karsiman digambarkan dengan watak penyabar dan penuh kasih sayang kepada ibunya, tokoh Bapak atau suami Bu Situn digambarkan dengan watak pemaaf, tokoh Pak Darno digambarkan dengan watak keras,dan tokoh laki-laki berambut panjang dengan sedikit uban memiliki watak serba tahu.
Sarana cerita terdapat gaya bahasa dan simbol. Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam menyampaikan cerita menggunakan bahasa sesuai dengan karakteristik gaya pengarang. Masing-masing pengarang memiliki gaya yang berbeda. Padacerpen “Pasung” pengarang menggunakan kalimat yang imajinatif, majas dan detail. Pada kutipan cerpen “Pasung” ditemukan simbol yang digunakan oleh pengarang yaitu pada kalimat “Kau tau rasa pasir, kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.” Pada kalimat tersebut menyatakan bahwa simbol yang digunakan yaitu kata “pasir”. Pasir pada umunya merupakan lapisan tanah atau timbunan kersik halus yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar bangunan. Sedangkan pada cerpen tersebut pasir digunakan sebagai bahan makanan atau lauk yang dimakan oleh tokoh cerita.

DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro Burhan. 2013. Teori Pengantar Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Hasbi. 2017. Gaya Bahasa. http://digilib.unila.ac.id/5964/16/BAB%20II.pdf (diakses pada 19 Oktober 2019)
Okke. 2002. MAJAS DAN PEMBENTUKANNYA. Vol. 6 hal 45-55. (online) http://hubsasia.ui.ac.id/old/index.php/hubsasia/article/view/38 (diakses pada 19 Oktober 2019)
Roni. 2016 ANALISIS FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA DALAM KUMPULAN CERPEN SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA. https://eprints.uns.ac.id/33662/1/C0211036_pendahuluan.pdf (diakses pada 19 Oktober 2019)







          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar