MAKALAH
Strukturalisme Robert Stanton Analisis Cerpen “Pasung”
Karya Nafisah Misgiarti
Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas Apresiasi
Prosa yang dibimbing oleh Bapak Siswanto, S.Pd., M.A.
DisusunOleh :
Kelompok5
1.
Idham Azizi (180210402092)
2.
Agustin Madyaning Ratri (180210402105)
3.
Alfida Ilma Maula (180210402106)
4.
Hanun Karimah Zaim (180210402107)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam Mata kuliah Apresiasi Prosa.
Harapan kami semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini. Di dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada:
- Orang tua kami, atas kasih sayang yang tiada henti, yang senantiasa mendukung kami di dalam menempuh pendidikan.
- Bapak Siswanto, S.Pd., M.A.selaku dosen mata kuliah Apresiasi Prosa dengan segala keikhlasannya yang telah memberikan bimbingan, arahan serta nasehat kepada kami.
- Penulis cerita pendek “PASUNG” karya Nafisa Misgiarti yang telah bersedia untuk karyanya kami analisis.
- Teman-teman seperjuangan yang telah bekerja sama dengan sangat profesional dalam TIM, Semoga Allah Yang Maha Esa memberikan limpahan rahmat dan hidayah buat kita semua.
Jika pembaca menemukan kesalahan
dari makalah ini, maka kami harap para pembaca dapat memberikan masukan berupa
kritik dan saran untuk makalah kami ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi kita semua.
Jember, 19 Oktober 2019
Penulis
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia
kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre
yang lain. Untuk mempertegas keberadaan genre prosa, ia sering dipertentangkan
dengan genre yang lainya. Karya sastra
merupakan sebuah struktur yang kompleks. Struktur yang kompleks ini terdiri
dari berbagai unsur. Bagian-bagian
(unsur-unsur) karya sastra itu mempunyai makna dalam hubungannya dengan
yanglain dan keseluruhannya.
Karya
sastra memiliki beberapa jenis (genre). Diantara jenis karya sastra
tersebut yaitu cerita pendek (cerpen). Cerita pendek yang dikarang oleh
mahasiswa FKIP jurusan Bahasa dan Seni bernama Nafisa Misgiarti merupakan
cerita pendek dengan membangun cerita dari cerita lokal atau daerah, yang disebutkan
dengan nama-nama tokoh yang sangat kental dari bahasa Jawa. Karya sastra cerpen
tersebut kita analisis menggunakan struktural dari teori Robert Stanton yang
meliputi alur, tema, saran cerita, gaya bahasa, simbolik, dan lain sebaginya
sebagai analisis kami.
Struktur
bukanlah suatu yang statis, tetapi merupakan suatu yang dinamis karena didalamnya
memiliki sifat transformasi. Dengan demikian, teori struktural adalah suatu
disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas
beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Stanton (2007:20) membagi unsur-unsur
instrinsik yang dipakai dalam menganalisis struktural karya sastra diantaranya,
alur, karakter, latar, tema, saranasarana sastra, judul, sudut pandang, gaya
dan tone, simbolisme dan ironi.
Beberapa
alasan kami memilih cerpen ini sebagai berikut:
1.
Cerpen
ini menarik perhatian kami karena kami dapat memaknai dengan bebagai versi
pemahaman kami sendiri
2.
Kami
tertarik dengan nama-nama tokoh yang ada dalam cerpen yang tergambar bahwa nama-nama
tersebut dari daerah Jawa
3.
Cerpen
ini juga menyentuh hati atas sikap yang
ditunjukkan tokoh Karsiman yaitu bagaimana cara mencintai seorang Ibu yang
memiliki gangguan mental.
2.1 Rumusan masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan tema
2.
Apa
yang dimaksud dengan Fakta Cerita
3.
Apa
yang dimaksud dengan sarana cerita
3.1 Tujuan
1.
Mahasiswa
mengetahui penjelasan tema
2.
Mahasiswa
mengetahui penjelasan fakta cerita
3.
Mahasiswa
mengetahui penjelasan sarana cerita
4.1 Manfaat
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui penjelasan tema
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui penjelasan fakta cerita
3.
Mahasiswa
dapat mengetahui penjelasan sarana cerita
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Landasan
Teori
Penelitian unsur-unsur
intrinsik cerpen “Pasung” ini akan menggunakan teori analisis struktural. Robert Stanton
membagi unsur intrinsik karya sastra menjadi tiga bagian, yaitu fakta
cerita , tema dan sarana cerita. Menurut Stanton, fakta cerita
adalah elemen-elemen yang berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari
sebuah cerita. Fakta cerita terdiri atas karakter , alur, dan latar. Stanton (2007: 33) mengemukakan bahwa karakter
biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada
individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang
bertanya; "Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?". Konteks
kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan,
emosi, dan prinsip moral dari individu-individu.Dalam karakter (tokoh penokohan),
istilah tokoh dapat digunakan untuk menujuk pelaku dalam sebuah cerita. Tokoh
adalah pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya lewat alur, baik sebagai
pelaku maupun penderita atas rangkaian berbagai peristiwa yang diceritakan.
Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Latar adalah
lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang
berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Stanton (2007: 36) mengemukakan bahwa tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan "makna" dalam pengalaman manusia; suatu yang menjadikan suatu pengalaman yang iangkat.Tema merupakan gagasan yang mendasari dalam penulisan cerita. Tema juga dapat diartikan sebagai unsur yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Unsur tersebut diungkapkan secara implisit melalui peristiwa dan detail cerita yang dialami tokoh. Tema dalam cerita pendek ini mengisahkan bahwa seorang ibu yang terganggu jiwanya karena ditinggal oleh suaminya. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang menonjol dalam cerpen, yaitu seorang ibu dengan kesalahan yang dilakukan dimasa lalunya, sehingga menjadi beban bagi keluarga terutama bagi sang suami yang tidak kuat lagi menerima sifat sang istri yang suka menghina martabatnya, menginjak-injak harga dirinya, dan sifat kikir serta sombong yang dilakukan kepada para tengga. Hal ini dibuktikan dalam ungkapan yang diberikan tokoh lain melalui percakapan dalam cerpen, “Kau tau rasa pasir, kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.
Stanton (2007: 36) mengemukakan bahwa tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan "makna" dalam pengalaman manusia; suatu yang menjadikan suatu pengalaman yang iangkat.Tema merupakan gagasan yang mendasari dalam penulisan cerita. Tema juga dapat diartikan sebagai unsur yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita. Unsur tersebut diungkapkan secara implisit melalui peristiwa dan detail cerita yang dialami tokoh. Tema dalam cerita pendek ini mengisahkan bahwa seorang ibu yang terganggu jiwanya karena ditinggal oleh suaminya. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang menonjol dalam cerpen, yaitu seorang ibu dengan kesalahan yang dilakukan dimasa lalunya, sehingga menjadi beban bagi keluarga terutama bagi sang suami yang tidak kuat lagi menerima sifat sang istri yang suka menghina martabatnya, menginjak-injak harga dirinya, dan sifat kikir serta sombong yang dilakukan kepada para tengga. Hal ini dibuktikan dalam ungkapan yang diberikan tokoh lain melalui percakapan dalam cerpen, “Kau tau rasa pasir, kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.
Stanton (2007: 46) mengemukakan
bahwa sarana cerita dapat diartikan sebagai metode pengarang
memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode ini
perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata
pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun
dapat dibagi.Sarana cerita adalah metode (pengarang) dalam memilih dan menyusun
detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Sarana cerita terdiri atas
judul (title), sudut pandang (point of view),
gaya (style and tone), simbolisme (symbolism), dan
ironi (irony).
Stanton (2007: 53) mengemukakan
bahwa sudut pandang adalah posisi tokoh dalam cerita.. Sudut pandang adalah
posisi yang menjadi dasar berpijak pembaca dalam melihat peristiwa-peristiwa
dalam suatu cerita. Simbolisme adalah salah satu cara untuk menampilkan gagasan
dan emosi. Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata, padahal sejatinya kedua
hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan.Penulis seperti Tuhan
dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa,
tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh
lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para
tokohnya.
Sudut pandang dibagi menjadi dua jenis
yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang kedua. Pada cerpen
“Pasung” sudut pandang yang digunakan adalah Sudut Pandang Orang Ketiga sebatahu. Hal ini dibuktikan
pada kutipan berikut :
“Bawakan ini untuk ibumu, Man.” Ujar lelaki berambut lurus yang sedikit beruban.
“Tapi untuk apa?” tanya
karsiman
“Kau nanti akan mengerti sendiri, berikan saja.” Jawabnya.
Pertemuan Karsiman dengan laki-laki
yang tanpa sengaja ia temui di kebun waktu itu, menimbulkan pertanyaan besar untuknya. Sebenarnya apa tujuan lelaki itu memberikan barang- barang ini untuk Bu Situn. Sepanjang perjalanan, ia tak membuka benda yang diberikan lelaki itu, ia hanya bepikir. Benda itu hancur, halus, dan sedikit bertekstur, entah apa.
Stanton
(2007: 71) mengemukakan bahwa secara umum ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga
sebelumnya.Ironi adalah salah satu cara yang menunjukan bahwa sesuatu dalam cerita berlawanan dengan apa yang
telah diduga sebelumnya. Ironi dari cerpen ini terdapat di kalimat ini yaitu Orang-orang
memandang Bu Situn sebagai orang gila, tapi ia terlihat lebih bahagia dari pada ketika masih waras.
Badannya terlihat lebih berisi, wajahnya berseri-seri.
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Gaya juga dapat mempunyai kaitan dengan maksud dan tujuan
sebuah cerita.
2.2 Metode
penelitian
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian cerpen ini adalah metode analisis struktural. Analisis struktural sastra disebut juga pendekatan objektif dan
menganalisis unsur intrinsiknya, Menurut Stanton (2007:20) membagi unsur-unsur instrinsik yang dipakai
dalam menganalisis struktural karya sastra diantaranya, alur, karakter, latar,
tema, sarana - sarana cerita, judul, sudut
pandang, gaya, simbolisme dan ironi. Di Indonesia juga sudah banyak analisis struktural yang dihasilkan baik
sebagai sebuah skripsi sarjana, atau dalam proyek (Pusat Bahasa, Fakultas
Sastra dll), ataupun dalam ruangan Sorotan yang dimulai oleh Jassin, kemudian
terdapat dalam banyak surat kabar dan majalah lain. Tetapi sering analisis semacam itu kurang mendalam dan terpadu.
Yang baik, misalnya, beberapa tulisan Umar Junus sejak tahun 1970, dan sejumlah
studi Subagio Sastrowardoyo. Di bidang sastra Melayu klasik dapat disebut
desertasi Achadiati Ikram mengenai Hikayat Sri Rama (1980) dan desertasi
Sulastin Sutrisno mengenai Hikayat Hang Tuah (1978).
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Tema
Stanson (1965:20) mengemukakan bahwa tema adalah makna yang
dikandung oleh sebuah cerita. Menurut
(Hartoko dan Rahmanto 1986: 142) mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan
dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung didalam teks
sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau
perbedaan – perbedaan. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa tema adalah gagasan
(makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis
dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif – motif
dan dan biasanya dilakukan secara implisit.
Tema dalam cerita pendek ini mengisahkan bahwa seorang ibu yang
terganggu jiwanya karena ditinggal oleh suaminya. Penentuan tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik
yang menonjol dalam cerpen, yaitu seorang ibu
dengan kesalahan yang dilakukan
dimasa lalunya, sehingga menjadi beban
bagi keluarga terutama bagi sang suami yang tidak kuat lagi menerima sifat sang
istri yang suka menghina martabatnya, menginjak-injak harga dirinya, dan
sifat kikir serta sombong yang dilakukan
kepada para tengga. Hal ini dibuktikan
dalam ungkapan yang diberikan tokoh lain melalui percakapan dalam cerpen, “Kau
tau rasa pasir, kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang
tak pernah kau dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga
dirinya.”
3.1.1 Fakta
cerita
Stanton
(1965:11-36) membedakan unsur pembangunan sebuah cerita kedalam tiga bagian
yakni: fakta, tema dan sarana cerita. Fakta dalam sebuah cerita meliputi
karakter dalam tokoh cerita, plot, dan latar. Ketiganya merupakan unsur fiksi
yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya, eksistensinya, dalam sebuah
karya prosa. Oleh karena itu ketiganya dapat pula disebut sebagai struktur
faktual dan tingkatan faktual sebuah cerita. Ketiga unsur itu harus dioandang
sebagai satu kesatuan, berdiri sendiri, dan terpisah satu sama lain.
Fakta cerita terdiri atas alur,
latar, tokoh dan penokohan berikut penjelasanya:
1. Alur
. Alur adalah
rangkaian peristiwa yang dirancang atau
dihubungkan sedemikian rupa sehingga menggerakkan jalan cerita dari awal hingga
akhir cerita. Alur dalam cerpen yang akan dianalisis sesuai dalam kesusasteraan
Indonesia yang mempunyai
3 jenis, yaitu alur maju atau progresif, alur mundur atau
regresi dan alur campuran atau alur maju-mundur
Dalam cerpen
yang berjudul “Pasung” ini pengarang menggunakan alur
campuran. Dapat dilihat pada paragraf pertama, kalimat pertama (tiga bulan
berlalu, orang-orang memandang Bu Situn sebagai orang gila, tapi ia terlihat
lebih bahagia daripada ketika masih waras). Dari kalimat tersebut menjelaska
peistiwa yang terjadi saat ini. Kemudian pada paragraf ke-4 kalimat pertama (Pernah suatu ketika Bu
Situn melamun) menunjukkan bahwa alur mundur. Lalu pada paragraf 9 ( siang itu Karsiman
mengecek pisang-pisang) dari kalimat tersebut
menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi saat ini.
2. Latar
Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana
terjadinya peristiwa-peristiwa di dalam suatu karya sastra. Latar dalam cerpen
ini akan dianalisis menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Indrawati
“2009:64” yang membagi latar menjadi 3 yaitu latar tempat, latar waktu dan
latar suasana. Latar waktu pada cerpen ini yaitu siang hari. Dibuktikan pada
paragraf 9 (Siang itu Karsiman mengecek pisang-pisang).
Latar tempat pada cerpen ini yaitu ruang paling belakang rumah Bu
Situn, teras rumah Bu Situn, di kebun, dan di sawah. Latar di ruang paling
belakang rumah Bu Situn yang dibuktikan pada paragraf
1 kalimat kedua ( sepanjang hari ia hanya menghabiskan waktunya di ruang paling
belakang rumahnya yang memang dibuat khusus untuknya). Latar di teras rumah Bu
Situn terdapat pada paragraf 4 kalimat pertama (pernah suatu ketika Bu Situn
melamun cukup lama di teras rumahnya sebelum menempati kamar khususnya). Latar
di kebun ditunjukkan pada paragraf 9 pada kalimat pertama (Siang itu Karsiman mengecek pisang-pisang
di kebunnya). Latar di sawah dibuktikan pada paragraf 13 kalimat 2 (Setelah
karsiman melempar padi dari lelaki misterius itu, sawah Bu Situn ditumbuhi
berbagai macam buah dan sayur yang melimpah ruah). Latar waktu dalam cerpen ini yaitu siang hari yang
dibuktia pada paragraf 9 kalimat pertama (Siang itu karsiman
mengecepisan-pisang di kebunnya). Latar
suasana cerpen ini yaitu menegangkan, menyedihkan, dan gaduh. Suasana
menegangkan dibuktikan pada paragraf 4 kalimat ketiga (Bu Situn tiba-tiba
bangkit dari tempat duduknya, mengambil batu, lalu melemparkannya ke sembarang
arah hingga memecahkan kaca jendela rumah tetangganya. Suasana gaduh dibuktikan
pada paragraf 3 kalimat keempat ( Setiap kali ingatan tentang suaminya datang,
Bu Situn selalu berteriak histeris, menghancurkan apa saja yang ada di
depannya).
3.
Peristiwa
Peristiwa
dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg
dkk, 1992:151-152) . peralihan dari aktivitas satu ke aktivitas yang lainya.
Berdasarkan pengertian itu kita dapat membedakan kalimat-kalimat yang
menampilkan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan kejelasanya. Misalnya, antara
kalimat-kalimat yang mendreskripsikan tindakan-tindakan tokoh yang
mendeskripsikan ciri-ciri fisik tokoh. Peristiwa-peristiwa yang ditampilkan
dalam sebuah cerita fiksi pastilah banyak sekali, namun tidak semua peristiwa
tersebut berfungsi sebagai pendukung plot. Itulah sebabnya, untuk menentukan
peristiwa-peristiwa fungsional dengan yang bukan diperlukan penyeleksian atau
teoatnya analisis peristiwa. Mengungkapkan bahwa peristiwa dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a.
Fungsional
Peristiwa fungsional adalah peristiwa – peristiwa yang menentukan
dan atau memengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa fungsional
merupakan inti cerita sebuah cerita fiksi yang bersangkutan. Dengan demikian, kehadiaran
peristiwa-peristiwa itu dalam kaitanya dengan logika cerita merupakan suatu
keharusan. Jika sejumlah cerita fungsional ditinggalkan atau dihilangkan, hal
itu akan menyebabkan cerita menjadi lain atau bahkan menjadi kurang logis.
Dalam cerpen ini disebutkan dengan cerita kemunculan laki-laki
paruh baya disawah karsiman. Dengan tidak ada peristiwa itu tidak bisa
menyambungkan dengan peristiwa yang akan datang, dan mengungkap kesalahan
ibunya dimasa lampau.
b.
Kaitan
Peristiwa - peristiwa
yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan
penyajian cerita atau secara plot. Peristiwa kaitan kurang memengaruhi
perkembangan plot cerita, sehingga seandainya ditinggalkan atau di hilangkanpun
tidak berpengaruh terhadap logika cerita, atau paling tidak kita mampu mengetahui
cerita inti meskipun peristiwa kaitan di hilangkan.
Dalam
hal ini, meskipun cerita yang disajikan cukup padat dan singkat, tetapi masih
menemui peristiwa kaitan yang dimana peristiwa itu diulangi kembali diparagraf
selanjutnya, yakni dengan ungkapan, (Bu Situn selalu berteriak histeris,
menghancurkan apa saja yang ada di depannya. Entah sudah berapa piring yang pecah, meja kursi terlempar ke
mana-mana, bahkan kasur pun rusak dikoyak-koyak dengan pisau.)
c.
Acuan
Peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh atau
berhubungan dengan pengembangan plot, maleinkan mengacu pada unsur-unsur lain,
misalnya behubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi
batin seorang tokoh.
Dalam cerita pendek ini terlihat dari awal bahwa sang ibu Situn
memiliki gangguan mental dari semenjak kepergian suaminya. Hal ini banyak
digambarkan dari keseluruhan alur yang disajikan.
4.
Tokoh penokohan
Stanton (2007: 33) mengemukakan bahwa karakter biasanya dipakai
dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu
yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; "Berapa
karakter yang ada dalam cerita itu?". Konteks kedua, karakter merujuk pada
percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
individu-individu. Penjelasan lain menunjukkan
bahwa tokoh
adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama. Sedang
penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara
langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas
dirinya lewat kata dan tindakan.
Tokoh
– tokoh dalam cerita pendek berjudul “Pasung” tidak banyak hanya ada sang ibu dari karsiman yang
bernama bu Situn dan anaknya yang bernama Karsiman, suami dari ibu Situn, dan
beberapa tetangga ibu Situn salah satunya yakni pak Darno, serta laki-laki
berambut panjang dengan sedikit uban. Penokohan
dalam cerita pendek ini, yakni dengan gangguan mental yang dialami ibu Situn yang diungkapkan
dengan ungkapan dari tokoh lain melalui percakapan “Orang tidak waras kok
dibiarkan ke mana-mana,” selain itu ada lagi seperti, “Orang gila kok gak dirumat.
Bikin kacau semuanya!”. Tokoh karsiman digambarkan dengan watak penyabar
dan penuh kasih sayang kepada ibunya, hal ini dibuktikan dengan adanya tindakan
yang dilakukan tokoh lain. (Pada
saat-saat tertentu, Karsiman datang membuka pasung itu dan mengajak ibunya
berbicara, meskipun sedikit kemungkinan untuk dapat saling mengerti pembicaraan
satu sama lain). Tokoh Bapak atau suami Bu Situn digambarkan dengan watak
pemaaf yang diungkapkan dengan ungkapannya secara langsung oleh tokoh Bapak
melalui percakapan “Buka pasung ibumu, Man!”. Tokoh Pak Darno digambarkan
dengan watak keras yang digambarkan langsung oleh pengarang yang dibuktikan
pada kalimat “sang pemilik rumah geram dengan kejadian itu, Pak Darno lantas keluar
dan marah-marah di hadapan banyak orang, terlebih di depan Karsiman dan Bu
Situn. Tokoh laki-laki berambut panjang dengan sedikit uban memiliki watak
serba tahu yang diungkapkan langsung oleh pengarang yang dibuktikan dengan
kalimat “ Ia menyibak kesalahan-kesalahan Bu Situn di masa lalu.”
3.1.2
Sarana cerita
Stanton
(2007: 46) mengemukakan bahwa sarana sastra dapat diartikan sebagai metode
pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai polapola yang
bermakna. Metode ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai
fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut
sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Pendpat para ahli
juga mengarah kepada Sarana pengucapan sastra adalah teknik yang dipergunakan oleh
pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita (peristiwa atau kejadian)
menjadi pola yang bermakna. Tujuan penggunaan sarana kesastraan adalah untuk memungkin
kan pembaca melihat fakta sebagaimana yang dilihat pengarang, menafsirkan makna
fakta sebagaimana yang ditafsirkan pengarang, dan merasakan pengalaman seperti
yang dirasakan pengarang. Jadi sarana cerita
dapat dikatan sebagai sesuatu yang dipakai sebagai alat penyusunan cerita
yang dibangun oleh pengarang.
1. Gaya
Bahasa
Stanton (2007: 61) mengemukakan bahwa gaya atau tone dalam bahasa
karya prosa adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa dengan penyampaian
yang berbeda-beda setiap pengarang dengan memberikan kenikmatan pada pembaca. Pendapat lain juga
mengemukakan bahwa Gaya bahasa adalah
alat atau sarana utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan
menghidupkan cerita secara estetika. Stanton (2007: 61) mengemukakan bahwa gaya
atau tone dalam sastra adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.Gaya
bahasa juga dapat diartikan sebagai cara pengarang mengungkapkan ceritanya
melalui bahasa yang digunakan dalam cerita untuk memunculkan nilai keindahan.
Contohnya gaya bahasa personifikasi yang digunakan untuk mendeskripsikan
benda-benda mati dengan cara memberikan sifat-sifat seperti manusia atau
mengubah benda mati menjadi benda yang seolah-olah hidup.
Gaya
bahasa adalah cara pengarang dalam menyampaikan cerita menggunakan bahasa
sesuai dengan karakteristik gaya pengarang. Masing-masing pengarang memiliki
gaya yang berbeda. Padacerpen “Pasung”
pengarang menggunakan kalimat yang imajinatif, majas dan detail.
a. Detail
Menurut
KBBI bagian yang kecil-kecil (yang sangat terperinci). Detail dengan kata
lain adalah menguraikan atau menceritakan secara terperinci sesuatu yang akan
dibicarakan atau menjelaskan bagian-bagian kecil yang mendukung penempatan
subjek. Berikut kutipan yang
menunjukkan gaya pengarang :
Sepanjang hari
ia hanya
menghabiskan waktunya di ruang paling belakang
rumahnya yang memang dibuat khusus untuknya. Kamar
berukuran tiga meter persegi dengan jendela untuk ventilasi yang cukup, dan
lampu lima watt. Tak ada cermin, tak ada perabot, juga tak ada kasur. Kamar itu
menjadi dunia untuk Bu Situn
sendiri. Berisi imajinasi, dipenuhi
bayang-bayang suaminya. Kamar tiga meter
persegi
itu serupa
dengan seluruh dunia
dalam benak Bu Situn. Pasar, teman-temannya, suaminya,
Karsiman, sekolah-sekolahnya dahulu, orang-orang kampung, semua menjadi
satu menempel pada dinding polos ruangan.
Kutipan
di atas menunjukkan gaya pengaran secara mendetail. Dalam cerpen pengarang
lebih leluasa dan berkuasa dalam menyampaikan cerita dengan tujuan supaya
pembaca dapat mampu memaknai cerita lebih dalam. Pada kutipan tersebut,
pengarang ingin menjelaskan bagaimana keadaan kamar khusus yang
disediakan untuk Bu Situn
dengan menggambarkan tidak
adanya cermin, perabotan,
kasur
dan isi
imajinasi yang diciptakan oleh pikiran Bu Situn. Seperti yang kita ketahui, di setiap kamar pada
umumnya berisi cermin,
perabotan dan
kasur, tetapi pada cerpen ini
penjelasan kamar yang dinyatakan oleh pengarang kebalikan
dari pada
kamar pada
umumnya karena pada
cerpen ini
kamar yang digunakan merupakan kamar khusus yang
ada
pada imajinasi pengarang.
Hal ini menunjukkan pada pembaca jika pengarang memberi gambaran tempat khusus yang disediakan Bu Situn
dengan pengimajinasian yang dibangun oleh pemikiran pengarang.
b. Imajinasi
Menurut
KBBI adalah daya pikir
untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan,
karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman
seseorang secara umum. Jadi
imajinasi merupakan pengembangan
dari pemikiran pengarang
yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar, dan rasakannya berdasarkan
pengalaman pengarang ataupun dunia
nyata. Pada
cerpen “Pasung” yang kami analisis
terdapat kutipan yang merupakan bentuk
imajinatif pengarang.
Kamar
itu menjadi dunia untuk Bu Situn sendiri. Berisi imajinasi, dipenuhi bayang-bayang suaminya. Kamar tiga meter persegi itu serupa dengan seluruh dunia dalam benak Bu Situn. Pasar,
teman-temannya, suaminya, Karsiman, sekolah-sekolahnya dahulu, orang-orang
kampung, semua menjadi satu menempel pada dinding polos ruangan.
Kutipan
di atas menunjukkan bagaimana kalimat yang imajinatif. Pengarang mengajak
pembaca untuk berkhayal tentang kamar
yang berisiimajinasi yang dibuat oleh tokoh cerita seolah-olah imajinasi yang
diciptakan oleh
tokoh tersebut merupakan
barang pada umumnya yang biasanya menjadi
isi sebuah
kamar. Gambaran
imajinasiyang dapat dihasilkan oleh indra berupa penglihatan, perabaan,
penciuman, pemikiran atau gerakan. Kutipan
di atas
termasuk dalam kategori pemikiran, yang mana kamar pada
kutipan tersebut dapat
menjadi dunia yang luas yang diakibatkan oleh pemikiran tokoh
cerita yang digambarkan pengarang.
c. Majas
Pengertian majas adalah gaya bahasa yang digunakan oleh
seorang penulis dalam memaparkan gagasannya sesuai dengan tujuan dan efek
tertentu yang ingin dicapai. Jadi
majas adalah gaya
bahasa yang digunakan oleh pengarang untuk
mengungkapkan pesan pengarang dengan menunjukkan
keestetikan berupa kiasan. Berikut kutipan
yang membuktikan adanya
penggunaan majas dalam cerpen
“Pasung”.
orang-orang memandang Bu Situn
sebagai orang gila, tapi ia terlihat lebih bahagia dari pada ketika masih
waras.
Pada
kutipan diatas, menjelaskan bahwa pengarang telah menggunakan majas paradoks.
Pada kutipan membuktikan bahwa sesuatu
yang di ungkapkan membandingkan situasi asli atau fakta dengan situasi yang
berkebalikan.
2. Simbol
Stanton
(2007: 64) mengemukakan bahwa simbol adalah tanda-tanda yang digunakan untuk
melukiskan atau mengungkapkan sesuatu dalam cerita.Jadi simbol yang digunakan
dalam cerita untuk memperhalus makna sesungguhnya yang ingin disampaikan
pengarang serta memberikan efek yang menarik bagi pendengar berupa lambang,
tokoh, hewan, ataupun benda. Pada kutipan cerpen “Pasung” telah ditemukan
simbol yang digunakan oleh pengarang yaitu pada kalimat “Kau tau rasa pasir,
kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau
dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.” Pada
kalimat tersebut menyatakan bahwa simbol yang digunakan yaitu kata “pasir”.
Pasir pada umunya merupakan lapisan tanah atau timbunan kersik halus yang
biasanya digunakan sebagai bahan dasar bangunan. Sedangkan pada cerpen tersebut
pasir digunakan sebagai bahan makanan atau lauk yang dimakan oleh tokoh cerita.
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah dilakukan
penelitian terhadap cerpen “Pasung” karya Nafisah Misgiarti dengan menggunakan
analisis struktural Robert Stanton, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Tema dalam cerita pendek “Pasung” mengisahkan bahwa
seorang ibu yang terganggu jiwanya karena ditinggal oleh suaminya. Penentuan
tema ini didasarkan pada permasalahan atas konflik yang menonjol dalam cerpen,
yaitu seorang ibu dengan kesalahan yang dilakukan dimasa lalunya, sehingga menjadi beban bagi keluarga terutama
bagi sang suami yang tidak kuat lagi menerima sifat sang istri yang suka
menghina martabatnya, menginjak-injak harga dirinya, dan sifat kikir serta sombong yang dilakukan kepada para
tengga.
Fakta cerita dalam cerpen ini
meliputi alur, latar, peristiwa, tokoh dan penokohan. Dalam cerpen yang berjudul “Pasung” ini pengarang menggunakan alur
campuran. Dapat dilihat pada paragraf pertama, kalimat pertama (tiga bulan
berlalu, orang-orang memandang Bu Situn sebagai orang gila, tapi ia terlihat
lebih bahagia daripada ketika masih waras). Dari kalimat tersebut menjelaska
peistiwa yang terjadi saat ini. Kemudian pada paragraf ke-4 kalimat pertama (Pernah suatu ketika Bu
Situn melamun) menunjukkan bahwa alur mundur. Lalu pada paragraf 9 ( siang itu Karsiman
mengecek pisang-pisang) dari kalimat tersebut
menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi saat ini. Latar
tempat pada cerpen ini yaitu ruang paling belakang rumah Bu Situn, teras rumah
Bu Situn, di kebun, dan di sawah. Latar
waktu dalam cerpen ini yaitu siang hari yang
dibuktia pada paragraf 9 kalimat pertama (Siang itu karsiman mengecepisan-pisang
di kebunnya). Latar suasana
cerpen ini yaitu menegangkan, menyedihkan, dan gaduh. Dalam cerpen ini
disebutkan dengan cerita kemunculan laki-laki paruh baya disawah karsiman.
Peristiwa dapat
dibagi menjadi 3 yaitu, peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, dan peristiwa
acuan. Peristiwa fungsional pada cerpen ini dengan kemunculan laki-laki paruh baya disawah karsiman. Dengan
tidak ada peristiwa itu tidak bisa menyambungkan dengan peristiwa yang akan
datang, dan mengungkap kesalahan ibunya dimasa lampau. Peristiwa kaitan dalam hal ini, meskipun
cerita yang disajikan cukup padat dan singkat, tetapi masih menemui peristiwa
kaitan yang dimana peristiwa itu diulangi kembali diparagraf selanjutnya, yakni
dengan ungkapan, (Bu Situn selalu berteriak histeris, menghancurkan apa saja
yang ada di depannya. Entah
sudah berapa piring yang pecah, meja kursi terlempar ke mana-mana, bahkan kasur
pun rusak dikoyak-koyak dengan pisau). Peristiwa Acuan dalam cerita pendek ini terlihat dari awal bahwa sang ibu Situn
memiliki gangguan mental dari semenjak kepergian suaminya. Hal ini banyak
digambarkan dari keseluruhan alur yang disajikan.
Tokoh – tokoh
dalam cerita pendek berjudul “Pasung” ini yaitu ibu dari karsiman yang bernama
bu Situn dan anaknya yang bernama Karsiman, suami dari ibu Situn, dan beberapa
tetangga ibu Situn salah satunya yakni pak Darno, serta laki-laki berambut
panjang dengan sedikit uban. Penokohan
dalam cerita pendek ini, yakni dengan gangguan mental yang dialami ibu Situn, tokoh
karsiman digambarkan dengan watak penyabar dan penuh kasih sayang kepada
ibunya, tokoh
Bapak atau suami Bu Situn digambarkan dengan watak pemaaf, tokoh
Pak Darno digambarkan dengan watak keras,dan tokoh laki-laki berambut panjang
dengan sedikit uban memiliki watak serba tahu.
Sarana cerita
terdapat gaya bahasa dan simbol. Gaya bahasa adalah cara
pengarang dalam menyampaikan cerita menggunakan bahasa sesuai dengan
karakteristik gaya pengarang. Masing-masing pengarang memiliki gaya yang
berbeda. Padacerpen “Pasung”
pengarang menggunakan kalimat yang imajinatif, majas dan detail. Pada kutipan cerpen
“Pasung” ditemukan
simbol yang digunakan oleh pengarang yaitu pada kalimat “Kau tau rasa pasir,
kau makan itu pasir. Bagaimana ia hancur seperti suamimu yang tak pernah kau
dengarkan kata-katanya, yang selalu kau injak-injak harga dirinya.” Pada
kalimat tersebut menyatakan bahwa simbol yang digunakan yaitu kata “pasir”.
Pasir pada umunya merupakan lapisan tanah atau timbunan kersik halus yang
biasanya digunakan sebagai bahan dasar bangunan. Sedangkan pada cerpen tersebut
pasir digunakan sebagai bahan makanan atau lauk yang dimakan oleh tokoh cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro
Burhan. 2013. Teori Pengantar Fiksi.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Hasbi.
2017. Gaya Bahasa. http://digilib.unila.ac.id/5964/16/BAB%20II.pdf
(diakses pada 19 Oktober 2019)
Okke. 2002. MAJAS DAN PEMBENTUKANNYA. Vol. 6 hal 45-55.
(online) http://hubsasia.ui.ac.id/old/index.php/hubsasia/article/view/38
(diakses pada 19 Oktober 2019)
Roni.
2016 ANALISIS FAKTA CERITA, SARANA SASTRA, DAN TEMA DALAM
KUMPULAN CERPEN SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA.
https://eprints.uns.ac.id/33662/1/C0211036_pendahuluan.pdf
(diakses pada 19 Oktober 2019)